etalase6, Jakarta – Guru besar bidang aritmia di Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi Sp.JP(K) mengatakan banyak pasien atrial fibrilasi (AF) atau gangguan irama jantung di Indonesia masih usia produktif atau 40-65 tahun.
“Pasien AF kita paling tinggi itu usia 40 sampai 65, ini artinya apa? Ini adalah manusia-manusia produktif yang berada di puncak karir dan mereka adalah para kepala keluarga. Bayangkan kalau manusia-manusia ini mengalami stroke,” kata Yoga dalam dalam pemaparan hubungan gangguan irama jantung dengan stroke di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2024.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), umur 40-60 tahun merupakan rentang usia yang masih muda jika dibandingkan dengan data global di mana AF banyak diderita usia 60 tahun ke atas. Yoga juga mengatakan atrial fibrilasi merupakan penyakit karena usia sehingga semakin tua, risiko terjadinya atrial fibrilasi semakin tinggi dan menyebabkan risiko stroke semakin tinggi juga. Contohnya di Amerika Serikat, penderita atrial fibrilasi berusia 60 tahun ke atas sekitar 0,2-2 persen sementara pada usia 80 tahun 40 persen.
“Bukan hanya dokter dan teman-teman perawat yang kerepotan tapi keluarganya juga kerepotan, beban sosial yang akan terjadi dengan stroke. Jadi ini berdasarkan aspeknya AF saja, belum menyebabkan stroke dan yang lain,” paparnya.
Perlunya skrining
Ia juga mengatakan sebesar 46 persen gangguan irama jantung tidak memiliki gejala khas atau asimptomatik dan baru bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan dokter atau skrining EKG. Sementara 60 persen pasien atrial fibrilasi yang tidak bergejala mengalami stroke. Karena itu, Yoga menyarankan rumah sakit dan tenaga kesehatan menyediakan skrining secara oportunistik atau sistematik agar masyarakat bisa mengetahui risiko atrial fibrilasi.
“Oportunistik misalnya dilakukan di Rumah Sakit Siloam minggu lalu, membuka stan di lobi, semua orang yang datang ke rumah sakit untuk berbagai keperluan tapi di EKG yang simpel dan for free dan ketahuan beberapa ditemukan adanya aritmia,” jelasanya.
Namun ia lebih menyarankan untuk melakukan deteksi secara sistematik, yakni mencari tahu secara lebih detail yang berfokus pada deteksi atrial fibrilasi dan juga kemungkinan penyakit jantung untuk usia 65 tahun ke atas, seperti yang disarankan Asia Pacific Heart Rhythm Society (APHRS).
“Ayo kita skrining, jangan sampai tidak tahu bahwa kita AF. Jangan sampai kita baru tahu AF ketika kita skrining terlambat,” ajak Yoga. (redaksi)